petropolisinc.org – Penggunaan kecerdasan buatan (AI) di sektor makanan diyakini dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi para produsen. Namun, muncul rasa khawatir yang disebabkan oleh kurangnya pemahaman mengenai teknologi ini dan bagaimana cara kerjanya. Selain itu, ada kekhawatiran terkait kebutuhan akan tenaga kerja terampil di bidang teknologi, bukan hanya tenaga kerja manual.
Abhinav Agrawal, co-lead AI dan monetisasi data di AlixPartners, mengungkapkan bahwa produsen makanan menghadapi tantangan dalam menarik bakat yang diinginkan, seperti ilmuwan data dan programer AI. Dia menyarankan agar perusahaan tidak terburu-buru dalam berinvestasi besar-besaran di proyek AI, melainkan memulai dengan investasi yang lebih kecil, seperti proyek senilai $5 juta, dan melihat hasilnya. Menurutnya, meskipun satu atau dua proyek mungkin gagal, pengalaman yang didapat dapat membantu mereka memahami keterampilan yang dibutuhkan.
Clayton, CEO IntelliAM, menekankan pentingnya berbagi pengetahuan dalam meningkatkan produktivitas dan mengatasi permintaan pangan yang terus meningkat. AI membantu produsen untuk menghindari pemborosan serta meningkatkan kapasitas produksi, terutama dalam industri makanan dan minuman dengan margin yang rendah.
Meskipun ada potensi besar, Agrawal menunjukkan bahwa teknologi saat ini belum sepenuhnya transformatif dalam hal output dan profitabilitas. Ia percaya bahwa dalam waktu sekitar satu tahun, kemajuan teknologi dapat meningkatkan keuntungan hingga 30-50%. Sementara itu, kekhawatiran mengenai dampak AI terhadap lapangan pekerjaan mencuat, meskipun banyak yang optimis bahwa jenis pekerjaan baru akan tercipta, dan pergantian keterampilan akan diperlukan untuk mengimbangi perubahan.
Dengan ketidakpastian ini, para produsen makanan harus bijaksana dalam merespon pergeseran teknologi agar tetap kompetitif di pasar global yang terus berkembang.